Tunggakan BPJS Bakal Dihapus, Harapan Baru Bagi Keluarga Rentan Peroleh Akses Jaminan Kesehatan

Rencana pemerintah untuk menghapus tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mendapat dukungan dari Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina. Menurutnya, kebijakan ini menjadi bentuk nyata kehadiran negara dalam memastikan akses layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama kelompok rentan.
"Kami melihat inisiatif ini sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya dari risiko kesehatan dan beban finansial yang menumpuk," ujar Arzeti di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Pemerintah diketahui tengah mengkaji kebijakan penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Langkah ini direncanakan akan diberlakukan pada November mendatang. Tujuannya agar peserta BPJS yang sempat menunggak dapat kembali aktif tanpa terbebani utang masa lalu.
Kebijakan ini tidak serta-merta menghapus kewajiban iuran, namun memberikan "restart" bagi peserta agar bisa melanjutkan kepesertaan dengan kesadaran baru membayar iuran secara rutin.
Menurut Arzeti, banyak masyarakat selama ini menahan diri untuk berobat karena kartu BPJS-nya dibekukan akibat tunggakan. Kondisi ini terutama dialami kelompok ekonomi lemah yang sedang menghadapi tekanan biaya hidup.
"Kita sering temukan, banyak masyarakat menahan berobat karena BPJS-nya dibekukan. Ini kan miris sekali. Mereka bisa menunggak bukan karena tidak mau, tapi karena beban hidup yang berat," ungkap politisi Fraksi PKB tersebut.
Namun Arzeti mengingatkan agar kebijakan penghapusan tunggakan tidak menimbulkan efek negatif terhadap keberlanjutan sistem JKN. Ia menekankan pentingnya mekanisme yang transparan, terukur, dan tepat sasaran agar kebijakan tetap adil dan berkelanjutan.
"Pembebasan tunggakan ini penting, tetapi jangan sampai membuat masyarakat lalai terhadap kewajibannya. Edukasi dan pendampingan tetap harus dijalankan agar peserta JKN tetap aktif membayar iuran," tegas legislator dari Dapil Jawa Timur I ini.
Arzeti menambahkan, langkah ini bukan hanya soal meringankan beban masyarakat, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap negara dan sistem jaminan sosial nasional.
"Negara harus hadir memberi perlindungan, tapi masyarakat juga harus diajak berpartisipasi menjaga keberlanjutan sistem jaminan kesehatan kita," pungkasnya.
"Kami melihat inisiatif ini sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya dari risiko kesehatan dan beban finansial yang menumpuk," ujar Arzeti di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Pemerintah diketahui tengah mengkaji kebijakan penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Langkah ini direncanakan akan diberlakukan pada November mendatang. Tujuannya agar peserta BPJS yang sempat menunggak dapat kembali aktif tanpa terbebani utang masa lalu.
Kebijakan ini tidak serta-merta menghapus kewajiban iuran, namun memberikan "restart" bagi peserta agar bisa melanjutkan kepesertaan dengan kesadaran baru membayar iuran secara rutin.
Menurut Arzeti, banyak masyarakat selama ini menahan diri untuk berobat karena kartu BPJS-nya dibekukan akibat tunggakan. Kondisi ini terutama dialami kelompok ekonomi lemah yang sedang menghadapi tekanan biaya hidup.
"Kita sering temukan, banyak masyarakat menahan berobat karena BPJS-nya dibekukan. Ini kan miris sekali. Mereka bisa menunggak bukan karena tidak mau, tapi karena beban hidup yang berat," ungkap politisi Fraksi PKB tersebut.
Namun Arzeti mengingatkan agar kebijakan penghapusan tunggakan tidak menimbulkan efek negatif terhadap keberlanjutan sistem JKN. Ia menekankan pentingnya mekanisme yang transparan, terukur, dan tepat sasaran agar kebijakan tetap adil dan berkelanjutan.
"Pembebasan tunggakan ini penting, tetapi jangan sampai membuat masyarakat lalai terhadap kewajibannya. Edukasi dan pendampingan tetap harus dijalankan agar peserta JKN tetap aktif membayar iuran," tegas legislator dari Dapil Jawa Timur I ini.
Arzeti menambahkan, langkah ini bukan hanya soal meringankan beban masyarakat, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap negara dan sistem jaminan sosial nasional.
"Negara harus hadir memberi perlindungan, tapi masyarakat juga harus diajak berpartisipasi menjaga keberlanjutan sistem jaminan kesehatan kita," pungkasnya.